Foto Ilustrasi
EKSKLUSIF.CO
- Kasus persoalan Dana Iklan BJB yang diungkap oleh KPK menjadi pusat perhatian
publik. KPK melalui Direktur Penyidikan Asep Guntur Rahayu belum lama ini
mengungkapkan adanya dugaan markup dana penempatan iklan oleh bank BJB pada
periode 2021-2023.
Menurut
Asep, dana iklan bjb untuk promosi di sejumlah media massa dikerjasamakan
melalui sebuah jasa agensi sebagai perantara, kemudian antara pihak agensi dan
bjb diduga telah melakukan penggelembungan harga.
Selain
itu, KPK juga mengungkap nama salah satu anggota BPK V, Ahmadi Noor Supit.
Menurut informasi, KPK sendiri telah memanggil Ahmadi Noor Supit sebanyak dua
kali untuk diperiksa sebagai saksi, namun Ahmadi Noor Supit diketahui tidak
pernah hadir dalam pemanggilan tersebut.
Menanggapi
hal tersebut, Ketua Umum LSM Indonesia Public Watch (IPW) Mangapul Parulian
Doloksaribu menegaskan, KPK tak perlu ragu memanggil seluruh pihak yang
terlibat dalam pusaran kasus Iklan BJB.
Ia
pun dengan tegas meminta kepada KPK agar saksi yang selalu menghindar dari panggilan
pemeriksaan, maka Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dapat melakukan
penjemputan paksa terhadap saksi apabila tidak memenuhi panggilan sebanyak tiga
kali, yang mana hal itu telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP).
"Sesuai
dengan KUHAP, apabila tidak hadir sebanyak tiga kali, maka dapat dilakukan
penjemputan paksa. Dimana, tindak pidana korupsi merupakan tindak pidana luar
biasa," kata Lian saat dihubungi melalui telepon selulernya, Senin
(7/102024).
Selain
itu, Lian, panggilan akrab pendiri Indonesia Public Watch (IPW) itu juga
menduga ada keterlibatan oknum wartawan dan orang dalam BJB dalam pengaturan
skema kerja sama media dengan BJB melalui perusahaan agensi yang ditunjuk.
Untuk
itu, ia menyarankan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk segera berkoordinasi
dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) guna melakukan
pelacakan terhadap transaksi rekening orang-orang yang dicurigai guna
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.
"Pemberantasan
tindak pidana korupsi memerlukan penanganan yang sistematis dan terpadu, mulai
dari peraturan perundang-undangan, pengawasan, dan penindakan. Penanganan
tindak pidana pencucian uang hasil korupsi merupakan bagian yang sangat penting
dalam memberikan efek jera kepada pelaku dan efek jera kepada calon tersangka.
Oleh karena itu, KPK perlu segera bekerja sama dengan PPATK untuk menelusuri
rekening orang-orang yang diduga terlibat, baik secara pribadi maupun
korporasi," katanya.
Selain
itu, kata Lian, KPK juga diminta segera memanggil perusahaan agensi dan
perusahaan media, baik cetak maupun televisi, serta perusahaan media online
yang menerima dana iklan itu untuk dimintai keterangannya.
"Sebenarnya
tidak sulit bagi KPK untuk memanggil semua pihak yang terlibat dalam kasus dana
iklan bjb. Agar kasus ini tidak berkembang liar, tentu saja KPK perlu
keberanian untuk memanggil pihak-pihak yang perlu dimintai keterangan, baik
pemegang saham maupun agensi dan perusahaan media yang telah menerima pembayaran,"
tandasnya.
"Mengapa
KPK perlu memanggil pihak pemegang saham? Karena pemegang saham adalah sebagai
pihak yang memberikan modal kepada perusahaan. Oleh karena itu, dalam
menjalankan tugasnya, pihak manajemen perlu melaporkan semua tindakan
perusahaan kepada pemegang saham. Pemegang saham dapat dimintai tanggung jawab
secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila memenuhi salah satu dari 4
kondisi yang tercantum dalam Pasal 3 ayat (2) UU PT. Sedangkan, setiap anggota
Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila
yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya," pungkasnya.
Sebagai
informasi, keberadaan pemegang saham telah diatur dalam Pasal 3 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT) yang
menggariskan bahwa pemegang saham Perseroan tidak bertanggung jawab secara
pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama Perseroan dan tidak bertanggung
jawab atas kerugian Perseroan yang melebihi jumlah saham yang dimilikinya.
Namun, ketentuan tersebut dapat dikecualikan apabila melakukan tindakan
sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (2) UU PT.
Pengecualian
tanggung jawab pemegang saham adalah apabila salah satu dari 4 syarat yang
tercantum dalam Pasal 3 ayat (2) UU PT terpenuhi. Pertama, syarat Perseroan
sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi. Kedua, pemegang saham yang
bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum (PMH) yang dilakukan oleh
perseroan.
Ketiga,
pemegang saham baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk
memanfaatkan perseroan untuk keuntungan pribadi.
Keempat,
pemegang saham baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum
menggunakan kekayaan Perseroan yang mengakibatkan kekayaan Perseroan tidak
cukup untuk melunasi utang.(tim)
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
No comments:
Post a Comment